SaBuGa, 3 Mei 2008

Tadi malam, sekitar pukul 22.45, akhirnya rangkaian acara Pekan Pameran dan Pagelaran Budaya Minangkabau 2008 UKM-ITB berakhir juga, seiring dengan berakhirnya malam pagelaran kesenian Minangkabau yang diadakan di Sasana Budaya Ganesha ITB. Acaranya sukses? Ya, bisa dibilang seperti itu. Bisa dilihat dari penonton yang membludak sampai banyak yang tidak kebagian tempat duduk.

Pagelaran yang bertema “Marantiang Budayo, Mamaga Pusako” ini menampilkan berbagai kesenian tradisional Minangkabau. Ada lima tari yang dibawakan, yaitu Tari Galombang Pasambahan, Tari Saputangan, Tari Urak Langkah, Tari Tiga Warna (kolaborasi Tari Gandang, Tari Rantak, dan Tari Alang Bageba), dan Tari Piriang. Ada musik juga, di mana kali ini ada tambahan Rabab. Ada randai juga di sela-sela drama. Drama yang dibawakan berjudul “Jalan Diasak Dek Urang Lalu”, menceritakan tentang daerah Koto Gadang tahun 1838 yang ingin dikuasai Belanda, menggambarkan budaya kita yang diambil oleh bangsa lain. Ada pertunjukan silat juga. Dan masih banyak lagi.

Bagi diriku pribadi, pasti banyak hal yang berbeda dalam pagelaran tahun ini. Ya, tentu saja, namanya juga tidak ikut tampil sebagai personil pagelaran. Ya akhirnya bantu-bantu panitia di bagian front office, lalu lanjut bergabung dengan penonton menonton pagelarannya. Ah, jadi penonton di tahun terakhir.

Pertama, mari cerita apa yang terjadi di pintu masuk. Dari setelah maghrib, penonton sudah bisa masuk. Jalur masuk ada dua, tiket dan undangan. Saat mendekati jam 19.00 di mana acara akan dimulai, penonton sudah banyak yang berdatangan, tapi masih banyak juga yang antri di bagian ticket box. Begitulah. Banyak sekali yang memang baru beli tiket pas hari-H. Bahkan saat acara sudah dimulai, antrian di ticket box masih panjang. Dalam hati cuma bisa bilang “Ckck… Masih rame gini, kapan bisa masuk biar bisa nonton?”. Hehe… Saat di dalam sedang ditampilkan Tari Galombang Pasambahan, pintu masuk ditutup sementara hingga tari itu berakhir. Kalau kata panitia sih, karena itu tari pembuka dan suasananya sakral, sebaiknya tidak ada penonton yang keluar masuk ruangan. Jadi, mohon maaf ya buat penonton yang sempat tertahan di luar.

Setelah Tari Galombang Pasambahan berakhir, pintu masuk dibuka kembali. Tapi penonton masih banyak. Masih banyak yang antri. Banyak juga yang sudah punya tiket/undangan baru berdatangan saat acara sudah dimulai. Dalam pikiranku sih, namanya orang Indonesia, mungkin berpikir acaranya bakal ngaret, jadi datangnya telat saja.

Sudah jam 19.30, di luar masih banyak orang. Kursi di dalam katanya sudah habis. Paling kalau mau nonton dan duduk, tinggal tangga. Kalau tidak salah, tiket akhirnya dijual setengah harga saja karena tidak ada jaminan penonton yang datang belakangan ini akan dapat tempat duduk.

Akhirnya ada tanda-tanda tidak ada lagi penonton yang akan masuk. Aku segera masuk, bergabung dengan penonton, ya walaupun itu cuma duduk di tangga. Ya, sekarang ganti posisi jadi penonton. Ternyata seru juga duduk di bagian penonton. Bisa nguping komentar-komentar penonton. Bisa melihat ramainya ruangan Sabuga malam itu.

Lucu juga mendengar ada penonton yang jadi penerjemah bagi teman-temannya yang merasa roaming. Senang juga saat penonton bilang “tarinya keren abis, kok bisa kompak banget sih mereka?”. Ikut merasakan juga saat penonton merasa bosan dengan bagian acara tertentu. Dan lain-lain.

Pada bagian tertentu, aku juga melihat ada bagian yang kurang dipahami oleh penonton. Bukan cerita dramanya maksudku, tapi dari sisi non-drama. Pertama, pada bagian silek (silat) antara dua orang pandeka (pendekar) saat Lapai menculik adik Ibrahim. Nah, kan silatnnya bisa dilihat tidak biasa. Mau berantem aja kok pakai acara gerak-gerak damai (istilah aneh) dulu, ga langsung berantem aja. (Mungkin seperti itu kalimatnya). Hmm… Kalau yang aku tahu sih, jadi sebelum bersilat itu, dua orang pendekar itu ceritanya saling mengukur kemampuan lawan terlebih dahulu. Jadi, pertarungan lebih adil, karena masing-masing tahu lawannya seperti apa. Sangat berbeda kan dengan perkelahian orang-orang zaman sekarang. Tidak peduli yang satu jauh lebih kuat dari yang lain. Berkelahi ya berkelahi saja, yang penting nanti menang.

Kedua, di bagian Rabab. Rabab ini alat musik gesek Minangkabau yang mirip biola. Mungkin bagi yang tidak tahu, saat rabab ini dimainkan di tengah drama (bukan saat pembuka taupun penutup), itu hanyalah musik selingan sama dengan musik yang lain. Padahal sebenarnya, saat rabab dimainkan ada dendang yang dilagukan, menggambarkan cerita.

Aha, kok gaya ngomongnya kaya orang paling ngerti aja ya? Hehe… Ga kok. Aku masih dangkal soal adat dan budaya Minangkabau. Cuma, turut prihatin saja, saat sekarang ini makin banyak orang yang kurang mengerti dan menghargai budayanya sendiri. Padahal budaya itu harus kita jaga, sebelum “Jalan Diasak Dek Urang Lalu”.

Ah, lanjut. Di bagian Tari Piring. Awalnya aku cukup kecewa dengan suasana di sisi penonton, karena tanggapannya sepertinya biasa saja. Namun, di bagian akhir, pas atraksi “injak-injak kaco” alias menari di atas pecahan kaca, penonton sangat terpukau. Mungkin pada mikir “gila, luar biasa, keren” atau ada yang berpikir “ada ya orang ga waras, mau-maunya nginjak tu beling”, haha… Peace! Atau ada yang mikir “UKM serem juga ya, pakai injak-injak begituan”. Hmm… Ga kok. Tidak selalu UKM menampilkan atraksi “injak-injak kaco” di Tari Piring-nya. Hanya pada pertunjukan tertentu yang memang spesial 🙂

Pagelaran pun selesai. Semua personil sudah di panggung dan memberikan penghormatan terakhir. Bagaimana perasaanku? Hmm… Dari tadi nonton, rasanya biasa saja. “Seperti ini toh rasanya jadi penonton. Biasa aja ah, lihat yang lain tampil, padahal sendirinya ga nampil. Paling aku ntar ga ngerasain euforia kegembiraan setelah pagelaran. Tapi iri juga, kostum yang sekarang bagus-bagus, hehe…”. Ya kira-kira seperti itu perasaanku. Begitu selesai, aku langsung gerak cepat menuju panggung, mau memberi ucapan selamat pada teman-temanku terutama UKM’05 yang sudah bekerja keras.

Nah, ini ni, sesampainya di panggung baru ni si reiSHA jadi ga bener. Yang pertama ku cari, Tika, PJ Tari UKM saat ini. Ucapan selamat dan mata yang mulai basah. Lalu ketemu Icha dan Liza, tahun lalu sama-sama nari di Tari Piriang Manggaro. Mulai deh nangis. Menangis? Ya, menangis untuk diri sendiri yang tidak ikut menari di panggung, bukan menangis bahagia. Gitu aja nangis? Lebai ya? Ntah, pokoknya di panggung suasana hati jadi berbalik 180 derajat. Dari pertama Tika ngomong “Sha, thank’s ya, akhirnya selesai Dies terakhir”, dalam hati cuma bilang “Iya, selamat, tapi aku ga ngerasain”. Ga tau juga. Harusnya aku bisa menahan diri. Toh si Nisa aja (yang juga tidak ikut, tapi aku tahu, perasaan kami sebenarnya saat itu sama) tidak menangis.

Ya, akhirnya mulai mengendalikan diri. Tapi aku tiba-tiba iseng. Si Nisa harus ikutan nagis ah, masa aku sendiri aja, hehe… Mulai deh menghipnotis “ayo, nangis lo, nangis…”. (Jahat banget ya?). Awalnya dia masih bisa menahan diri, eh, tapi akhirnya nangis juga. Waduh… Maaf ya Mbak, hehe… Parahnya, kata-kata si Nisa lebih jleb lagi. “Sha, harusnya tadi kita tu di sini (maksudnya di panggung), bukan di front office. Harusnya tadi kita nari, bukan menyambut tamu. Harusnya kita pakai kostum, bukan pakai baju panitia.”. Huaaa… Stop it, please!

Ah, cukup. Untung ada teman-teman stage manager dan panitia hari-H lainnya yang turut membantu mengobati kesedihan. Jika personil foto rame-rame setelah acara, kami juga bisa foto-foto dengan lebih narsis lagi, haha…

Suasana postingan ini sangat berbeda dengan postinganku setahun yang lalu. Segitu dulu deh ceritanya. Banyak hal yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Terima kasih ya buat semua penonton yang sudah datang. Tapi kayanya aku ga lihat banyak anak IF. Pada sibuk semester enam-an ya? Cuma lihat Mbak diBond sama Uchenk. Ada dosen IF+alumni UKM juga, Pak Rin dan Bu Cia. Buat panitia, jangan senang dulu, tunggu aja format LPJ dari aku, haha…

24 thoughts on “SaBuGa, 3 Mei 2008

  1. Ahiahia…
    Sy salah satu yg termasuk ROAMING TOTAL, sha. Akhirnya bete sendiri tau, temenku uda pada ngakak sampe mau nangis, saya cuma memandang dengan tatapan kosong. HUKS! Mungkin gak sih kali lain ada subtitle di layar infokusnya? Hehe. ^^

  2. @diBond: Hihi… Kalo orang yang roaming total biasanya paling cuma bisa nikmatin tari, musik, dan randai. Tari-tarinya bagus tho Mbak? Hehe… Soal subtitle, hihi, tampaknya tidak mungkin. Soalnya, dialog dalam drama itu sendiri, suka banyak improvisasi dari pemain dramanya sendiri. Kaya drama kemarin aja beda dengan yang waktu gladi resik, banyak improve, terutama adegan2 lucu. Kemarin tidak ada yang bersedia menerjemahkan? 🙂

  3. Akhirnya…. aku nonton dies dari bangku penonton…
    Tapi…. heuheuheu…. tahun lalu aku ada di panggung… 😥

    BTW, kayaknya banyak penonton yang ga dapat kursi gara2 ada penonton2 gratisan macam aku waktu itu :mrgreen:

  4. waw..pasti asyik dong acaranya……ketahuan dari ceritanya..serasa ada disana aja..

    sip..sip..bravo….oiya rabab tu aslinya dari pesisir selatan ya ni ?

  5. Akulah korban kebagian kursi ekstension..
    paling atas + ketutupan penonton di depan huhu..

    nasib.. baru dateng jam 8 sih, nunggu ujan reda..

    udah gitu cuman ngeliat tari 3 warna + piring.. sisanya roaming abisss…

    sip lah tapi, ada adegan injek2 piring pecah yang ga ada taun lalu 😀

  6. huhuhu… padahal udah merencanakan datang ma mita ma arinta dari bbrp bulan lalu… semester 6 menyebalkan!!!

    tapi gpp lah, g terlalu sedih soalnya orang yang ditunggu untuk menari g tampil :p walau sedih nggak bisa duduk di sebelah sekretarisnya 😀

    cup cup jangan nangis…

  7. YOOOOOOOW….

    wah…
    nampak keren acaranya (^_^)
    dan di postingan mu kali ini ga bawa2 tugas, kuliah, dlsb.. he he
    at least bisa refreshing lah ya (^_^)

  8. aku mengerti perasaanmu kak…
    memang penyesalan yang menyebalkan itu selalu datang kemudian…
    tapi hidup itu adalah pilihan…
    yang harus dijalani ketika kita harus memilih jalan mana yang akan ditempuh…
    gak usah mengeluh dan gak usah menyesali…
    masih banyak sisi2 positif yang lain yang kakak dapatkan…

    tetap semangat dan ceria serta narsis yah kak…
    ketika udah jadi swasta atau angkatan atas sering2 ke UKM liat2 kami…

    karena kita keluarga dan satu UKM

  9. @guaaja: Iya kayanya, rabab dari daerah pasisia…

    @aisar: Baru dateng jam 8 toh. Yang dateng jam 7 lewat aja dah susah nyari tempat duduk 🙂

    @aniska: Huh, ga jadi dateng… Kecewa…

    @Ooze: Tugas? Benda apa itu? Atau makanan? Hoho…

    @incekrajo: Penyesalan? Prasaan aku ga pernah menyesal ga ikut Dies…

    @sutanmudo a.k.a catra: Kamu ini ketawa2 aja… Belum pernah merasakan Dies sih…

    @evan: Heh, sok imut kali dirimu… Semester 6 ku baik2 saja, tapi bentar lagi kami bakal pisah, ga tau harus senang atau sedih (ckckck…).

  10. Sebenarnya banyak kok oknum yang mewek di hari itu. kayaknya para petinggi2 P3BM juga terharu. Bahkan si da rinal juga ga bisa nahan tangis di bagian sound, da edo juga. Mungkin lebih karena kepuasan acara berjalan dengan awal yang baik, proses yang baik, dan akhir yang sukses…

    So, saatnya ngebantu dari belakang sekarang, ngebantu si thewhiteglasses dan teman2nya di kepengurusan. dan saatnya jadi “angkatan atas”.

    -BM_tak_jelas-

    😀

  11. hoho,, baru tau ada yg nge-link disini, ehehe 😆
    mudah2an blom basi..

    waktu itu ngeliatin ada saudara yg nari, namanya iqbal, ukm 2007..
    yg nari pake baju ungu.. lupa nama tariannya apa..
    kenal ga? hoho..

Leave a reply to reiSHA Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.