Kapan Terakhir Kali Anda Mengirim Surat?

Pertanyaan lebih spesifiknya begini. Kapan terakhir kali Anda menulis surat dengan tangan sendiri untuk keluarga, teman, atau rekan Anda lalu mengirimkannya via kantor pos? Hehe. Pasti ada yang mikir, “Hare gene maseh kirim surat? Apa kata dunia?”. Hihihi.

Jaman dulu (berapa tahun lalu ya?), orang masih banyak berkirim surat. Maklum media komunikasi masih sangat terbatas. Lalu muncullah telepon. Sejak ada telepon, yang berkirim surat berkurang. Toh kalau butuh kabar apa-apa tinggal telepon orangnya. Kabar langsung didapat, tanpa perlu menunggu berhari-hari atau berminggu-minggu untuk menerima balasan. Belum lagi kalau suratnya tidak sampai ke tangan si penerima. Kemudian muncullah email. Orang-orang pun mulai berkirim dan berbalas email. Dalam sekejap si email bisa sampai ke si penerima. Biayanya juga lebih murah ketimbang menelepon. Dan sekarang, sudah tak terhitung media komunikasi yang bisa digunakan, entah itu social network ataupun fitur dan aplikasi yang ditawarkan telepon pintar. Wajar saja, jaman begini buat apa berkirim surat? ๐Ÿ˜›

Saya lupa persisnya terakhir kali mengirim surat kapan. (Balik ke definisi awal, surat untuk keluarga, teman, atau rekan; berkas aplikasi beasiswa tidak termasuk :P). Mungkin pas SMP. Waktu itu saya berkirim surat dengan beberapa sahabat pena. Tau kan ya artinya sahabat pena? Seru lho. ๐Ÿ˜›

Jaman dulu di majalah anak-anak kan suka ada rubrik Sahabat Pena, di mana ada data beberapa anak yang bersedia untuk berkorespondensi (ceile, gaya kan istilah jaman itu :P) dengan kita. Bisa juga dapat sahabat pena dari sahabat pena yang sudah terlebih dulu kontak dengan kita, jadi nanya ke dia apa dia ada rekomendasi sahabat pena yang baik yang kira-kira mau berkirim surat dengan kita.

Ada kesenangan tersendiri waktu beli kertas surat, trus nulis suratnya, trus ke kantor pos buat ngirim surat, trus nunggu balasan suratnya, trus nerima balasan suratnya, trus balas lagi. Kadang minta fotonya juga biar tau wajah si sahabat pena tersebut seperti apa. Sensasinya beda dengan cari teman baru via Facebook ๐Ÿ˜›

Dulu saya menyisihkan uang jajan sendiri buat beli perangko. Alamat yang saya berikan pun alamat sekolah (trus sama sekolah biasanya surat untuk siswa dibuka dulu, buat mastiin ga ada yang aneh-aneh, huuu). Maklum bersahabat pena-nya tanpa sepengetahuan orang tua ๐Ÿ˜› *tapi sahabat pena saya cewek semua kok* Rasanya surat-surat itu masih saya simpan. Ada sahabat pena yang tinggal di Sumatra Barat juga. Yang jauh dari Aceh dan NTB. Lucu juga masa-masa itu ๐Ÿ™‚

Saya jadi teringat masa-masa itu karena dua hal. Pertama, saya pernah lihat gambar yang membandingkan masa-masa kejayaan surat dan masa-masa sekarang (maaf lupa liat gambarnya di mana :P). Di masa orang masih berkirim surat, orang-orang sebel dapat setumpuk amplop, tapi pas nerima email senangnya minta ampun, maklum email masih baru-baru saat itu. Sebaliknya sekarang, saat email membanjir dari mana-mana, orang sebel liat ribuan unread messages, tapi saat ada surat (di luar surat tagihan, pemberitahuan, iklan, dkk ya) senangnya bukan main. Menurut saya hal itu benar adanya ๐Ÿ˜€

salah satu kotak pos di Tokyo

Kedua, beberapa waktu lalu saya mengirimkan kartu pos ke beberapa teman di Indonesia. Awalnya, waktu winter vacation lalu, saya iseng ikut-ikutan temen beli beberapa kartu pos di Kyoto. Trus waktu trip ke Fuji dan Hakone saya juga beli kartu pos lagi. Jadilah di beberapa media saya tawarkan, ada yang mau dikirimi kartu pos atau tidak. Lumayan banyak yang merespon. Kembali deh merasakan menulis alamat tujuan sendiri, nulis pesannya, nempelin perangko, trus masukin ke kotak pos di sini. Oia agak kagok juga waktu pertama nulis, secara sebelumnya belum pernah ngirim kartu pos ๐Ÿ˜›

Kotak pos masih terpakai banget lho di sini. Beda banget dengan di Indonesia. Waktu saya bersahabat pena itu saja, saya ga yakin apa kotak pos itu masih dicek oleh Pak Pos, jadinya saya prefer langsung ngasih ke petugas di kantor pos.

Media komunikasi sekarang memang memiliki segudang kelebihan dibanding surat. Tapi ada hal-hal yang tidak akan bisa tergantikan dari surat. Lewat surat, Anda bisa melihat tulisan tangan sendiri dari si pengirim surat. Eh, tunggu dulu. Lewat email juga bisa. Tinggal scan tulisan tangan. Eits, jangan salah, cuma lewat surat Anda bisa menemukan kertas surat yang kena tetesan air mata saat si pengirim surat menuliskan suratnya. Hahaha. Dan kayaknya ga ada tuh pengganti surat cinta. Lagunya Vina Panduwinata yang populer tetap Surat Cinta, belum di-update jadi Email Cinta. Wahaha. *ngaco gini*

Zaman berubah begitu cepat. Tapi akan selalu ada hal-hal dari masa lalu yang akan kita rindukan, yang tak akan pernah tergantikan oleh kemajuan zaman sekarang.

9 thoughts on “Kapan Terakhir Kali Anda Mengirim Surat?

Leave a reply to sulunglahitani Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.